Sebelum menikah dengan Bang Hendri, aku mengerti konsekuensi yang akan dihadapi. Pekerjaannya sebagai
field engineer disini membuat kami tidak terlalu sering bersama.
Waktu baru menikah sampai sebulan umur putri kami,
my hubby bertugas di Duri, Riau. Dalam sebulan, hanya seminggu kami berkumpul dalam satu rumah.
Ketika Kezia lahir, alhamdulilah, beliau dapat pindah ke base Jakarta, dalam sebulan ada dua minggu dapat berkumpul dengannya. Tetapi itupun sering lebih pendek, jikalau ada kerjaan mendadak/urgent.
Field tempat bekerja macam2x tempat, Gunung Salak, suatu tempat di pulau Seram, Lepas Laut Natuna, Pulau Kangian, dan terakhir siak Riau.
Memang siy, my hubby pengen juga mencari perkerjaan di Jakarta, pekerjaan yang tidak terlalu membuat dia
mobile. Namun sampai saat ini belum menemukan yang berkenan di hati.
And last night I got surprised news,
My hubby nge-apply ke perusahaan lain, but probably will be stated in Malaysia.
Akan makin jarang saja kami bertemu. Kabarnya jadwal kerja itu bakal 28 hari di field, 28 hari off.
Semua perasaan berkecamuk dalam hati, mengingat rentang waktu 3,5 tahun pernikahan kami.
Teringat aku, menghabiskan malam2x sendiri di rumah mungil kami malam itu.
Teringat , di penghujung 2003, awal 2004, ketika hamil
Kezia, harus mengatasi sendiri kaki yang sering sekali kram di tengah malam.
Teringat , di awal bulan Maret, saat kandungan ini baru berusia 33 minggu, namun si bayi sudah seberat 3,4 kg. Dokter meminta untuk melakukan beberapa test, dan USG ke FKUI. Sebagai orang awam, di kehamilan pertama, terlintas pikiran macam2x atas kesehatan dan keselamatan bayi kami. Di satu sudut RS Graha Medika, air mata ini tumpah tak tertahan setelah keluar dari ruangan dokter, tiada teman untuk berbagi.
Teringat , seminggu setelah bayi kami lahir, my hubby harus ke luar negeri lagi untuk beberapa waktu. Ulang tahun pertamanya pun, sang ayah masih di field.
Teringat , dini hari di bulan Mei 2005, Hasil test pack menunjukkan ( + ) diatasnya. Antara kaget, takut, sedih, senang, bingung campur aduk. Tetapi harus menunggu sekian hari lagi untuk mengabarkan berita ini.
Teringat, malam hari putri kami menangis memanggil ayahnya, aku harus menenangkan dia kembali, dan berkata untuk menunggu ayahnya 10 hari lagi. 10 hari yang mungkin seperti 10 tahun untuk anak 2 tahun.
Teringat hari sudah sangat larut, tetapi aku masih di jalan, sendiri, harus mencari apotik yang buka, untuk menebus resep yang diberikan dokter malam itu, our precious #2 demam dan panas tinggi.
Malam tadi, kembali semua perasaan berkecamuk.
Kaget karena beliau tidak mendiskusikan lebih dahulu,
Senang karena numerasi yang diberikan insya Allah cukup bagi kami untuk mewujudkan keingan kami menyekolahkan anak2x kami abroad,
takut karena masih harus menghadapi beberapa persoalan seorang diri.
Namun sebagai istri, yang wajib mensupport suami, tampaknya tak dapat menghalangi cita-cita Bang Hendri Ini. Seperti kata pak Habibie, dalam acara Kick Andy beberapa waktu lalu, 'dibelakang seorang pria hebat ada wanita tak kalah hebatnya'.
Sehingga aku hanya dapat pasrah, dan menghaturkan doa
Ya Allah, Maha Pemilik
Berikanlah rejeki yang halal bagi suamiku,
Agar Halal pula nafkah yang diberikan kepada kami, istri dan anak2xnya
Ya Rabbi, Maha Menentukan
Jagalah hati dan mata suamiku,
Agar tetap mengingat Mu,
Agar tetap mengingat kami,
Istri dan anak-anaknya,
Amin.